Selasa, 19 November 2013

Paragliding at Timbis Beach

Timbis Beach Bali lthough not many people know of this beach, Timbis beach is quite famous among paragliding enthusiasts. This place is considered to have the perfect criteria for Paragliding with cliffs with sloped contours that fit to develop an umbrella before the flight, as well as a wide beach with sand to make the landing. This beach scene is very spectacular! Timbis beach, hidden among the Limestone Mountains in the south of Bali, is located in the village Kutuh, South Kuta.

Consistent winds also allow for a paragliding airstrip. In addition there is room for an emergency landing field. Timbis Beach meets all these requirements. Timbis beach has a height of 110 meters above sea level. If the wind direction was heading straight from the south towards the pilot, he could fly freely towards the direction of Nusa Dua Uluwatu.

Flying on Timbis Beach is certainly very exciting because of the wide blue sea below. You'll feel the wind whistling from the paragliding ropes and hear a tone that you've probably never heard before. Depending on the level of proficiency, you can perform several maneuvers such as turning 360 °, which in this way you can reduce the height or the sensation of the G-Force.

You also do not have to be a professional paragliding pilot to enjoy Timbis Beach and surrounding areas, you can tandem with some of the veteran pilots who run this resort. Ketut Manda is ready to be your tandem flight anytime. So, who says this island is only a paradise for surfers and divers? Well, it is also a paradise for the paragliding pilots. Whether you want to fly solo or tandem, come to Timbis beach and get ready to fly.



Sumber: http://www.directoclip.com

Minggu, 17 November 2013

Pembudidaya Rumput Laut

Petani rumput laut desa kutuh, bali
Pantai Pandawa, Hujan rintik-rintik tidak menyurutkan niat para pemungut rumput laut untuk terus menyusuri pantai di Desa Kutuh Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung Bali itu. Setiap harinya satu orang pemungut bisa dapat puluhan kg rumput laut basah yang merupakan potongan atau serpihan sisa dari budidaya rumput laut jenis Cotonii yang ada di daerah pesisir tersebut. Setelah dikeringkan, hasilnya dijual kepada para penampung rumput laut.
Itu baru hasil sampingan yang diperoleh, sementara hasil utama dari budidaya rumput laut lebih menggiurkan. Menurut Ketua Kelompok Sari Segara, I ketut Lencana Yasa, satu Kepala Keluarga (KK) pembudidaya di Desa Kutuh itu rata-rata mengelola sekitar 100 m2 lahan budidaya rumput laut atau punya 2.000 tali ris dengan sistem budidaya ikat dasar.
Dalam satu siklus produksi (minimal 45 hari), setiap KK bisa menghasilkan tidak kurang dari 500 kg rumput laut kering siap jual. “Total luas lahan bubidaya rumput laut sekitar 40 hektar di desa kami, bisa dibayangkan produksi rumput laut setiap hari,” ungkap Ketut kepada TROBOS belum lama ini di Bali.      
Kekuatan Berkelompok
Desa Kutuh merupakan salah satu sentra budidaya rumput laut di Pulau Dewata. Setidaknya ada 5 kelompok pembudidaya rumput laut di sana, yang paling lama terbentuk adalah Sari Segara. Sari Seraga menjadi contoh bagi terbentuknya kelompok pembudidaya rumput laut lainnya di Desa Kutuh. Menurut Ketut, para sudah merasakan dampak positif dari berkelompok terutama dari sisi pemasaran. “Produksi dari desa ini dapat meningkat dan posisi tawar lebih kuat,” ungkap Ketut.
Pembentukan kelompok budidaya ini bukannya tanpa latar belakang. Ketut menceritakan, sejak 1990-an budidaya rumput laut di Desa Kutuh sudah mengmbangkan usaha budidaya rumput laut. Kala itu usaha dijalankan secara perorangan dan penjualan pun bergantung para penampung atau tengkulak.
Para pembudidaya kerap merasakan harga jual rumput laut yang rendah, bahkan panen ada sampai yang tidak dibeli. “Mereka tidak bisa berbuat apa-apa sebab produksinya kecil dan hanya tergantung pada satu penjual,” kata Ketut. Melihat keadaan itu para pembudidaya pun berkumpul dan sepakat untuk menginisiasi pembentukan Kelompok Sari Segara pada pada 12 Oktober 1995.
Ketut menjelaskan sejumlah manfaat yang dapat dipetik para pembudidaya rumput laut dengan berkelompok. Salah satunya adalah produksi kelompok yang punya anggota aktif sekitar 30 orang ini kini lebih besar dan terorganisir. Calon pembeli terutama dari pabrikan tidak perlu repot-repot mendatangi langsung pembudidaya orang per orang untuk membeli rumput laut, cukup datang ke Sari Segara yang menampung hasil panen para pembudidaya.  
Pada akhirnya harga jual pun dapat dikatrol. Saat ini untuk harga jual rumput laut Cotonii kering di tingkat rata-rata Rp 10.000 per kg. Jumlah produksi yang besar dan stabil, membuat posisi tawar Sari Segara dalam menjual rumput laut lebih kuat. Kelompok yang sekarang sudah berbentuk koperasi itu, bisa punya pilihan akses pembeli baik perorangan maupun perusahaan.
Ketut mengaku sudah memanfaatkan internet untuk memperluas akses pemasaran.  Pihaknya juga bisa mengakses informasi jaringan kelompok pembudidaya rumput laut di daerah lain untuk membandingkan harga, termasuk produksi dan kualitas rumput laut. “Kita tidak bisa dibohongi dan dipermainkan lagi oleh pembeli,” tegas Ketut. 
Sumber: http://www.trobos.com

Rumput Laut Desa Kutuh

Petani rumput laut di desa kutuh
Rumput Laut Pantai Pandawa, Merupakan salah satu komoditas unggulan program industrialisasi perikanan budidaya. Pada tanggal 29 Desember 2012, bertempat di Pantai Pandawa, Desa Kutuh, Kec. Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Propinsi Bali, Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sharif C. Sutardjo, didampingi oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (Dirjen PB) Slamet Soebjakto melakukan dialog dengan pembudidaya rumput laut.

Selain dialog dengan pembudidaya rumput laut, MKP juga menyaksikan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Asosiasi Rumput Lut Indonesia (ARLI) dengan pembudidaya rumput laut Desa Kutuh yang menyangkut pemasaran hasil budidaya rumput laut. MKP dam Dirjen PB juga melakukan panen rumput laut di tepi pantai Pandawa.

Pada sambutannya, MKP menyatakan bahwa rumput laut ini memiliki potensi yang begitu besar untuk terus dikembangkan sehingga perlu mengembangkan usaha budidaya rumput laut secara terintegrasi mulai dari hulu sampai hilir.

MKP juga menjelaskan, bahwa Industrialisasi rumput laut dilaksanakan dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kualitas produksi budidaya rumput laut yang sekaligus bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan, meningkatkan pendapatan pembudidaya, menyediakan lapangan kerja serta merevitalisasi usaha budidaya rumput laut baik skala mikro, kecil maupun menengah secara berkelanjutan.

Lebih lanjut MKP menegaskan, pengembangan usaha budidaya rumput laut yang merujuk pada pilar-pilar pengembangan blue economy berperan penting dalam melipatgandakan pendapatan dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi dan tidak merusak lingkungan

Blue Economy merupakan model ekonomi baru untuk mendorong pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan kerangka pikir seperti cara kerja ekosistem. Cara pandang ekonomi tersebut merupakan suatu model bisnis yang mampu meningkatkan nilai tambah dari komoditas rumput laut. Langkah ini ditempuh untuk meningkatkan penerimaan negara dan masyarakat sekitar lokasi budidaya rumput laut melalui upaya peningkatan nilai tambah komoditi rumput laut.

Pada kesempatan yang sama, MKP juga meresmikan pantai Pandawa sebagai tujuan wisata bahari baru. Sebelum sampai  di pantai pandawa, mata pengunjung akan dimanjakan dengan deretan patung-patung Pandawa Lima, yang berdiri gagah dipinggiran tebing. MKP mengharapkan agar pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah desa Kutuh, mampu melakukan  tata ruang di pantai Pandawa sebaik mungkin, sehingga  tidak terjadi tumpang tindih antara kepentingan wisata dan budidaya rumput laut. Dengan kata lain, wisata di Pantai Pandawa harus berkembang, tanpa menggusur eksistensi pembudidaya rumput laut disana.



Sumber: http://www.djpb.kkp.go.id

Kerupuk Rumput Laut Khas Bali.....

PANDAWA BEACH,- Para petani wanita rumput laut di Desa Kutuh, Badung, Bali, baru-baru ini, membuat produk krupuk dari bahan rumput laut. Langkah tersebut terus digalakkan seiring dengan mulai berlakunya pasar bebas di kawasan Asia.

Kawasan pesisir Pantai Pandawa Desa Kutuh memang dikenal sebagai sentra pembudidayaan rumput laut. Sejak dulu, warga sekitar menjual rumput laut kering ke pabrik dengan harga Rp 8.000 perkilogram. Namun sekitar 2008, mereka mulai berinisiatif mengolah rumput laut menjadi kerupuk. Cara membuat kerupuk rumput laut tidak begitu sulit. Cukup campurkan...............  

tepung kanji, bawang putih, kunyit, telur, ketumbar, dan garam. Sementara rumput laut dibersihkan dan dimasak. Selanjutnya dicampur menjadi adonan dengan cara diblender. Bahan adonan kemudian dikukus hingga matang. Barulah bisa dipotong dan dikeringkan hingga menjadi kerupuk siap jual. Penganan khas Bali ini biasa dijual seharga Rp 25 ribu perkilogram. Dalam sebulan saja, para pembuat mampu memproduksi 60 kilogram. Sayangnya, meski sudah ada 10 produk makanan olahan rumput laut, kendala modal masih menjadi momok bagi mereka untuk bersaing dengan produk impor. Harapan para produsennya, pemerintah mengakomodir pengadaan modal dan sertifikasi produk mereka.(OMI/AYB)



Sumber : http://berita.liputan6.com/

Desa Kutuh, penghasil rumput laut

Pandawa Beach Bali

Kuta tak hanya populer sebagai kawasan wisata dengan pantai pasir putihnya. Daerah yang terletak di Kabupaten Badung, Bali ini, persisnya Desa Kutuh, juga penghasil rumput laut. Ada sekitar 275 pembudidaya di sana yang menghasilkan 600 ton rumput laut per tahun.
Desa Kutuh yang berada di kawasan Kuta Selatan sebenarnya lebih terkenal sebagai lokasi olah raga paragliding atau paralayang, karena memiliki tebing curam dengan pemandangan yang menakjubkan. Tapi, desa tersebut juga----- 
merupakan salah satu sentra rumput laut di Pulau Dewata. Sedikitnya, ada 275 pembudi daya tanaman bernama Latin Gracilaria sp ini. Masing-masing petani punya lahan seluas tiga are atau sekitar 750 meter persegi (m²) yang tergabung dalam lima  kelompok tani.
Jika melalui jalur darat dari arah Denpasar, Anda harus ke arah Uluwatu melewati objek wisata Garuda Wisnu Kencana untuk mencapai pusat budidaya rumput laut Desa Kutuh. Setelah bertemu perempatan Pantai Balangan, Anda belok kiri, kira-kira dua kilometer setelahnya Anda akan menjumpai kantor Desa Kutuh.
Pantai Pandawa Kutuh,- Dari kantor desa, sekitar 20 menit berkendara dengan kondisi jalanan menurun, Anda akan sampai di Pantai Pandawa atau Pantai Kutuh. Nah, di sinilah lokasi sentra rumput laut berada.
Di pinggir pantai dengan pasir putih itu terdapat gubuk-gubuk milik petani rumput laut. "Sekarang aksesnya sudah mudah, dulu sulit dan terjal," kata Nyoman Konti, salah satu pembudidaya rumput laut yang sudah 15 tahun menjadi petani rumput laut di Desa Kutuh.
Saat KONTAN berkunjung ke sentra ini pertengahan bulan lalu, Konti sedang memanen rumput laut. Dengan menumpang perahu tradisional jukung, ia membawa hasil panen ke bibir pantai untuk dibersihkan dan dijemur.
Menurut I Nyoman Yasa, Ketua Kelompok Tani Budidaya Rumput Laut Segara Amerta Desa Kutuh, sebelum menjadi petani rumput laut, sebagian besar penduduk Desa Kutuh bekerja sebagai buruh serabutan. Ada juga yang beternak sapi dan bekerja di hotel. "Tanah di desa kami tandus dan gersang, sehingga tidak bisa untuk bercocok tanam," ungkapnya.
Warga desa kemudian tertarik untuk membudidayakan rumput laut setelah melihat penduduk Sawangan yang juga terletak di kawasan Kuta Selatan berhasil membudidayakan rumput laut lebih dahulu.
Melihat tetangga desa mereka sukses, pada tahun 1985, tiga warga Kutuh berniat mengikuti jejak penduduk Sawangan. Ketiganya lalu membawa bibit rumput laut dari Sawangan untuk ditanam di Kutuh. "Usahanya berhasil dan dilirik eksportir dari Surabaya," ujar Yasa.
Keberhasilan ketiga warga Desa Kutuh itu kemudian memicu penduduk yang lain untuk turut serta membudidayakan rumput laut.
Harga rumput laut yang mencapai Rp 11.000 per kilogram membuat warga memilih meninggalkan pekerjaan mereka sebagai buruh serabutan, peternak sapi, dan karyawan hotel. Soalnya, "Membudidayakan rumput laut lebih menjanjikan untuk keluarga," ujar Made Warsa, pembudidaya lainnya di Kutuh.
Petani rumput laut asal Kutuh punya areal tanam yang tersebar mulai dari Pantai Pandawa Kutuh, Pantai Bali Cliff, hingga Pantai Ungasan. Tiap tahun, sentra rumput laut Kutuh bisa menghasilkan 600 ton rumput laut. "Malah sekarang, di Pantai Sawangan, budidaya rumput laut tidak berkembang karena kalah dengan bisnis hotel dan resor," kata Yasa.

Sumber: http://industri.kontan.co.id

Harga rumput laut agak merangkak naik...........!!!

Petani rumput laut
Rumput Laut di Pantai Pandawa, Harga rumput laut di beberapa daerah terus merangkak naik, setidaknya dalam dua bulan terakhir. Di Desa Kutuh, Kabupaten Badung, Bali harga rumput laut kini menembus level Rp 10.500 per kilogram (kg). Padahal, dua bulan lalu harga rumput laut di sana masih di kisaran Rp 8.000 per kg.

Kondisi yang sama terjadi di Ternate, Maluku Utara. Harga rumput laut di Ternate naik 42,8% menjadi Rp 10.000 per kg, dari dua bulan sebelumnya yang masih Rp 7.000 per kg.

I Ketut Lencana Yasa, Ketua Kelompok Tani Rumput Laut Sari Segara, Kutuh, Bali mengatakan, kenaikan harga ini dipicu semakin tingginya permintaan rumput laut, baik di pasar domestik maupun internasional.

Di dalam negeri, permintaan berdatangan dari beberapa sektor industri seperti farmasi, kosmetik dan makanan. Nah, mereka ini sekarang sedang giat memacu produksinya guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Itu sebabnya, mereka membutuhkan pasokan bahan baku rumput laut lebih banyak dari biasanya. 
Sementara di luar negeri, permintaan banyak berasal dari China dan Filipina. Menurut Ketut, China lagi gencar-gencarnya mengembangkan industri pengolahan rumput laut. Mereka membeli rumput laut gelondongan dari Indonesia untuk diolah menjadi berbagai macam produk, seperti tepung carrageenan maupun produk makanan jadi lainnya. "Mereka juga mengolah itu sebagai bahan baku kosmetik dan farmasi," jelas Ketut kepada KONTAN, Senin (13/6). 
Rumput Laut Pantai Pandawa,-Para petani di Bali biasanya mengekspor rumput laut ke China dan Filipina melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Saban bulan, Desa Kutuh bisa memasok 100 ton rumput laut kering.
Sayangnya, tidak semua daerah bisa mengimbangi tingginya laju permintaan rumput laut tersebut. Di Ternate, Maluku Utara misalnya, petani kesulitan memenuhi permintaan pasar. 
Syalahuddin, petani rumput laut di Ternate bilang, persediaan rumput laut di daerahnya sedang minim karena belum memasuki masa panen. Menurutnya, periode panen rumput laut di Ternate baru terjadi di bulan Juli-Agustus. Imbasnya, "pasokan di bulan sekarang sedikit berkurang," 

Sumber : industri.kontan.co.id

Timbis Beach Kutuh

Timbis Beach, Kutuh
Timbis Beach is located south of the Bali island. The beach is exclusive for fans of paragliding or fly kites Indonesia. So for those who pursue this hobby either from abroad or local Indonesia, Timbis Beach is not a foreign place. This beach is located in the Village Kutuh - South Kuta about 30 km from Denpasar or 15 km from Kuta. Or just 7 km from Nusa Dua.
This place was introduced by businessman Bernard Fode a French citizen who was also a paragliding instructor Bali. It started about twenty years ago.
Timbis Beach is an option to place the players flying and landing the kite. Whether it Paragliding or Hang Glidig. Of course there are special requirements in order that a place can be used to place the aircraft took off for not wearing a parachute this engine.
The main one is the contour of the ridge, must meet certain steepness which makes it possible to develop an umbrella before flying. Because not like Sky Dive paragliding or parachuting from an airplane. Umbrellas are used almost like it's just that way and the technique was initially reversed.
Because the one starting from the ground means it needs to take off, while parachuting rely solely on automated or manual mechanisms to develop an umbrella.
Consistent winds are also a consideration of a place can be used for paragliding airstrip. In addition there should also be a place for an emergency landing field for instance or the fields or the beach. Timbis It meets all these requirements.
Peak popularity Timbis Coast is now used to show Asian Beach Games which was followed by 42 Asian countries. Of the 18 sports are contested one of them is this paragliding.
From the syllable "paragliding" is a kind of a conveyance to fly by using a parachute as a wing and nylon yarn with a certain strength as hanger. For the convenience of flying pilots wear "harness" or the buffer body, combined with seat.
This harness also has many functions, among others, the main thing is the rudder, both as a wrapper umbrella, umbrella stand as the third and fourth emergency backup for carrying extra ballast when the wind is rather large. Other functions also as a backup safety who called from the back of the air bag harness come to the passage below. The main harness is also the holder of an additional harness that is used to transport passengers or tendem.
Timbis beach has a height of 110 meters above sea level. If the wind direction just straight from the south towards the pilot can fly freely the direction of Nusa Dua or Uluwatu. You could be swinging over a swimming pool Bali Cliff Hotel or you can enjoy the sensation of flying over the Hotel Nikko Nusa Dua.
Fly on the Beach Timbis certainly very exciting because vast blue sea that stretches. You will feel the wind whistling from paragliding ropes give voice tone that may have never heard of. Depending on the level of proficiency, you can perform some maneuvers, such as rotating 360 °, which in this way you can reduce the height or the sensation of G-Force.
You also should not be able to fly to enjoy Timbis Coast and surrounding areas, you can tandem with some veteran pilots who manage this resort. Among Ketut Manda and Bernard Fode. They also provide special rates for travelers Indonesia. Due to stranger fare "tandem" or flight is $50 U.S. The word was actually hitchhike here in a paragliding is not appropriate because you are not behind but in front of the pilot's pilot.
Timbis coast from the air looks different, you can see patches of seaweed plantations. You also get to watch from nearby luxury villas on the cliffs towards Uluwatu and Nusa Dua or Sawangan.
But not only the beauty of the scenery you see as well you will fly over the temple along this cliff, among others, from the east Nusa Dua is Pura Geger, then Pura Barong-Barongan Sawangan both located in the Village, and Gunung Payung Temple, walked Kelod Pura, Pura Penyarikan, Penyekjekan temple is located in the Village Kutuh. Ungasan Village you will pass on the temple stones Pageh and several temples towards the west.
Flew over the temple need a little extra attention, because the temple in Bali sakral by Hindus, we must pay special attention not to fly just above or too close to the temple.
Since the contour of the south coast cliffs like letters upside-down U, then it is risky if you fly over a certain limit, the risk of loss of air pressure, which lowers the height or have an emergency landing far from the reach of transport. This could be avoided if we had good communication with local local aviators. Ask before you go or ask before getting lost.
Paragliding sports require certification, you can not just have the tools and fly at will. There are rules and regulations as a member and have a pilot certificate. Once you have passed and certified. Sure you can fly anytime you want. But to fly in a new location you must have enough information from the local local aviators. Locations which may and may not fly.
Actually in Bali is not only in Cote Timbis just kite flying locations, you can fly in the hills of Dasa Temple, also flew from Mount Batur, Kintamani. But for the flexibility to fly with a radius that is so long for the soaring (flying soaring surf), the beach is the best Timbis.


Sumber: http://cultures-of-denpasar.blogspot.com

Pesona Pantai Pandawa

Pantai Pandawa Kutuh
PANDAWA BEACH,- Sobat nha_nha sekalian, pasti kalian tau dong Pandawa Beach.
Pandawa Beach adalah salah satu objek wisata di Pulau Bali. Pantai ini terletak di Desa Kutuh, Kabupaten Badung. Awalnya pantai ini bernama Secret Beach karena lokasinya tersembunyi di balik deretan perbukitan batu yang hanya ditumbuhi semak-belukar. Sebenarnya pantai ini sudah lama dikenal dikalangan masyarakat setempat, tapi karena akses untuk menuju lokasi ini cukup sulit, makanya pantai ini sepi pengunjung. Tapi itu dulu, sekarang akses untuk menuju pantai ini sudah mudah untuk dilalui kendaraan.
Pertama kali saya kesana, menurut saya pantai ini sangat-sangat indah. Begitu memasuki kawasan pantai ini kita akan disuguhi pemandangan tebing-tebing kapur yang begitu indah.
Mendekati pantai, tebing-tebing kapur tersebut dilubangi dan rencananya di tebing tersebut akan ditempatkan patung Panca Pandawa dalam Kisah Mahabharata yang terdiri dari Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa.

Mata kita kembali dibuat terkagum saat memasuki area Pantai Pandawa. Panorama begitu indah nan menawan. Pasir putih bersih dengan air laut yang hijau kebiruan. Pesona Pantai Pandawa lainnya adalah aktivitas para petani rumput laut di sepanjang pantai. Selain itu bisa melihat aktivitas paralayang dan motor trail diatas bukit.

Jadi bagi kawan-kawan yang bosan dengan Pantai Kuta, Sanur, ataupun Jimbaran, mungkin Pantai Pandawa bisa menjadi alternatif selanjutnya.


 Sumber : http://niluhputuratnadewi.wordpress.com