Minggu, 17 November 2013

Desa Kutuh, penghasil rumput laut

Pandawa Beach Bali

Kuta tak hanya populer sebagai kawasan wisata dengan pantai pasir putihnya. Daerah yang terletak di Kabupaten Badung, Bali ini, persisnya Desa Kutuh, juga penghasil rumput laut. Ada sekitar 275 pembudidaya di sana yang menghasilkan 600 ton rumput laut per tahun.
Desa Kutuh yang berada di kawasan Kuta Selatan sebenarnya lebih terkenal sebagai lokasi olah raga paragliding atau paralayang, karena memiliki tebing curam dengan pemandangan yang menakjubkan. Tapi, desa tersebut juga----- 
merupakan salah satu sentra rumput laut di Pulau Dewata. Sedikitnya, ada 275 pembudi daya tanaman bernama Latin Gracilaria sp ini. Masing-masing petani punya lahan seluas tiga are atau sekitar 750 meter persegi (m²) yang tergabung dalam lima  kelompok tani.
Jika melalui jalur darat dari arah Denpasar, Anda harus ke arah Uluwatu melewati objek wisata Garuda Wisnu Kencana untuk mencapai pusat budidaya rumput laut Desa Kutuh. Setelah bertemu perempatan Pantai Balangan, Anda belok kiri, kira-kira dua kilometer setelahnya Anda akan menjumpai kantor Desa Kutuh.
Pantai Pandawa Kutuh,- Dari kantor desa, sekitar 20 menit berkendara dengan kondisi jalanan menurun, Anda akan sampai di Pantai Pandawa atau Pantai Kutuh. Nah, di sinilah lokasi sentra rumput laut berada.
Di pinggir pantai dengan pasir putih itu terdapat gubuk-gubuk milik petani rumput laut. "Sekarang aksesnya sudah mudah, dulu sulit dan terjal," kata Nyoman Konti, salah satu pembudidaya rumput laut yang sudah 15 tahun menjadi petani rumput laut di Desa Kutuh.
Saat KONTAN berkunjung ke sentra ini pertengahan bulan lalu, Konti sedang memanen rumput laut. Dengan menumpang perahu tradisional jukung, ia membawa hasil panen ke bibir pantai untuk dibersihkan dan dijemur.
Menurut I Nyoman Yasa, Ketua Kelompok Tani Budidaya Rumput Laut Segara Amerta Desa Kutuh, sebelum menjadi petani rumput laut, sebagian besar penduduk Desa Kutuh bekerja sebagai buruh serabutan. Ada juga yang beternak sapi dan bekerja di hotel. "Tanah di desa kami tandus dan gersang, sehingga tidak bisa untuk bercocok tanam," ungkapnya.
Warga desa kemudian tertarik untuk membudidayakan rumput laut setelah melihat penduduk Sawangan yang juga terletak di kawasan Kuta Selatan berhasil membudidayakan rumput laut lebih dahulu.
Melihat tetangga desa mereka sukses, pada tahun 1985, tiga warga Kutuh berniat mengikuti jejak penduduk Sawangan. Ketiganya lalu membawa bibit rumput laut dari Sawangan untuk ditanam di Kutuh. "Usahanya berhasil dan dilirik eksportir dari Surabaya," ujar Yasa.
Keberhasilan ketiga warga Desa Kutuh itu kemudian memicu penduduk yang lain untuk turut serta membudidayakan rumput laut.
Harga rumput laut yang mencapai Rp 11.000 per kilogram membuat warga memilih meninggalkan pekerjaan mereka sebagai buruh serabutan, peternak sapi, dan karyawan hotel. Soalnya, "Membudidayakan rumput laut lebih menjanjikan untuk keluarga," ujar Made Warsa, pembudidaya lainnya di Kutuh.
Petani rumput laut asal Kutuh punya areal tanam yang tersebar mulai dari Pantai Pandawa Kutuh, Pantai Bali Cliff, hingga Pantai Ungasan. Tiap tahun, sentra rumput laut Kutuh bisa menghasilkan 600 ton rumput laut. "Malah sekarang, di Pantai Sawangan, budidaya rumput laut tidak berkembang karena kalah dengan bisnis hotel dan resor," kata Yasa.

Sumber: http://industri.kontan.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar