Sabtu, 16 November 2013

Petani Rumput Laut Di Pantai Pandawa Kutuh

Sejarah Desa Kutuh
Petani Rumput Laut Pantai Pandawa
Diceritrakan pada tahun 1682 Kerajaan Badung dipimpin oleh Raja Badung yaitu Ida Cokorda III yang bergelar Kyai Anglurah Pemecutan III, dan pada suatu hari beliau melakukan perjalanan memasuki hutan belantara yang sangat keramat, indah dan nyaman dihati beliau yang berada diwilayah Kaki Pulau Bali bagian selatan.

Didalam hutan tersebut tidak dinyana Beliau bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik rupawan bagaikan seorang bidadari, yang bernama Ni Rangdu Kuning yang menghuni hutan keramat tersebut yang menggoda hati setiap laki-laki yang menjumpainya.
Sebagai seorang lelaki yang sempurna beliaupun jatuh cinta sama Ni Rangdu Kuning yang akhirnya dikawininya. Dari hasil perkawinannya dengan Ni Rangdu Kuning lahirlah seorang Putra yang diberi nama I Gusti Ngurah Ungasan.

Pada suatu saat Ni Rangdu Kuning ditinggal oleh Sang Raja ke Puri Pemecutan dan tidak pernah kembali lagi, maka Ni Rangdu Kuning tinggal sendirian bersama putranya. Karena lama Sang Raja tidak kembali maka Ni Rangdu Kuning mulai melakukan perjalanan ke arah timur dan sampailah disuatu tempat yang tidak diketahui namanya dan daerah tersebut banyak ditumbuhi oleh Pohon Kayu Kutuh yang besar – besar, dan sebagai bukti sampai sekarang ada dua pohon Kayu Kutuh yang sangat besar. Karena daerah yang dijumpai tersebut banyak ditumbuhi pohon Kayu Kutuh yang menjadi tempat tinggal Ni Rangdu Kuning, maka tempat tersebut diberi nama Kutuh oleh beliau, dan seterusnya oleh masyarakat  setempat dijadikan nama Desa yaitu Desa Kutuh ( Desa Adat Kutuh ).

Pada Jaman Penjajahan Belanda di Indonesia, maka Desa Kutuh dijadikan Perbekelan Desa Kutuh yang dipimpin oleh seorang Perbekel. Pada masa kekalahan Pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia juga membawa dampak kepada Perbekelan Desa Kutuh menjadi satu pemerintahan dengan Desa Ungasan yang berpusat di Desa Ungasan. Bergabungnya Perbekelan Desa Kutuh dengan Perbekelan Desa Ungasan yaitu pada Tahun 1941 sampai Tahun 2002.

Atas segala perjuangan masyarakat khususnya para Prajuru Desa, maka pada tanggal 25 Juni Tahun 1999 disetujui oleh Pemerintah Kabupaten Badung menjadi Desa Persiapan Kutuh, dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali Nomor : 273 Tahun 1999. Dengan Luas Desa Kutuh 976,800Ha ( 0,976 KM2 ) dan Jumlah Penduduk Tahun 2010 berjumlah 3.630 jiwa, sehingga kepadatan penduduk rata-rata :  269 jiwa/km, dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata : 0,30 %.
Pantai Pandawa merupakan salah satu daya tarik dari Desa ini, pantai yang dahulunya lebih terkenal dengan sebutan Secret beach. Sebutan Secret beach ini timbul karena memang lokasinya yang sangat terpencil, sehingga tidak banyak terexpose dan para wisatawan mancanegara mendapatkan kebabasan penuh dalam bersantai. Pantai Pandawa memiliki panorama yang indah, struktur batu karang yang juga menghiasi beberapa sisi pantai ini dengan pasir yang berwarna kuning. Perjalanan menuju pantai ini sendiri sangat menarik, selain karena belum ramainya lalu lintas kendaraan, kita juga akan menikmati bentangan tembok alam yang tinggi, tembok ini merupakan struktur batu kapur yang menjulang dan memang mendominasi daerah tersebut.

Pantai ini juga menawarkan interaksi sosial yang kental, ini disebabkan karena di pantai ini juga terdapat Budidaya Rumput Laut yang di kelola warga setempat. Sehingga sebagaian waktu setiap harinya semua aktivitas berpusat disana. Para petani seperti juga didaerah lain memang didominasi oleh para orang tua dan anak-anak yang membantu atau sekedar bermain disana.
Budidaya rumput laut ini membuat pantai penuh warna-warni. Terutama akan tampak ketika pantai surut di saat siang, atau ketika pagi hari saat rumput laut basak mulai di jemur dan diterpa matahari pagi. Ini memberikan kesan yang menarik walau tentunya sering terabaikan.

Budidaya rumput laut merupakan mata pencaharian pokok bagi sebagian masyarakat Desa ini, mereka membentuk kelompok dengan anggota kurang lebih 100 orang. Ini adalah pertanian turun temurun, struktur pantai yang berbatu karang sehingga pada saat surut memungkinkan masih tertinggalnya genangan air laut, dan sehingga para petani bisa membudidayakan rumput laut. Dari mulai penanaman sampai pada proses panan, rumput laut memerlukan waktu 45 hari, dan panen serta penanaman dilakukan pada saat air laut sedang surut.

Hasil panen dikumpulkan dan dijual bahkan sampai keluar bali,  rumput laut dipasarkan dalam kondisi kering, dengan kisaran harga 9 ribu samapi 10 ribu rupiah per kilogramnya. Untuk pengeringan ini sendiri dilakukan secara tradisional, dan  bisa memerlukan waktu 3 hari, ini sangat tergantung dengan panas matahari dan angin laut. Untuk proses-proses tersebut, para warga membangun gubuk darurat disepanjang pantai. Gubuk-gubuk ini selain untuk penyimpanan rumput laut pada saat datang hujan, juga berfungsi sebagai tempat istirahat di kala siang, sambil sebul air laut surut.

Selain budidaya rumput laut ada beberapa warga juga perprofesi sebagai nelayan. Dan ternak sapi untuk sambilan, seperti juga terdapat di desa-desa agraris lain di Bali.
Untuk mendukung Potensi yang terdapat di Desa kutuh, penataan Desa pun mulai dilakukan. Salah satu yang dilakukan adalah dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya menuju pantai serta pembangunan arca di di dinding dinding tebing kapur, beberapa ratus meter sebelum masuk pantai.
Tentunya pembangunan ini akan membawa dampak bagi perkembangan investasi pariwisata disekitar pantai Pandawa. Sayangnya di satu sisi pembangunan pariwisata yang membabi buta bisa membahayakan kelangsungan mata pencaharian warga desa.

Seperti kita ketahui, sering terjadi pertentangan antara investor dan warga, ini terutama menyangkut perbedaan orientasi. Investor yang selalu berorientasi  pada keuntungan, sering mengabaikan kepentingan jangka panjang dari warga desa, terutama menyangkut mata pencaharian dan atau kegiatan tradisional. Terutama investor yang mengklaim pantai sebagai bagian dari wilayahnya sehingga merasa berhak memprivatisasi pantai hanya untuk konsumsi wisatawan. dan pada akhirnya akan mengorbankan mata pencaharian tradisional seperti Budidaya Rumput laut atau Nelayan.
Hal ini yang harus di hindari karena, selain merupakan sebuah keunikan, aktividas budidaya Rumput laut sendiri tentunya bisa dimanfaatka sebagai salah satu object untuk untuk daya tarik pantai Pandawa. Untuk itu, peran Desa Administratif dan Desa Adat sangat di nantikan, sehingga pembangunan pariwisata tidak membunuh mata pencaharian lokal, terutama Budidaya rumput laun yang tadak disetiap pantai dibali bisa kita temui.

Selain itu dengan adanya budidaya ini tanpa disadari merupakan salah satu perangsang bagi kesadaran warga untuk menjaga pantai, karna bagai manapun di pantai itu waktu mereka habiskan, dengan kerja dan interaksi sosial, dan terjadi hubungan ketergantungan antara manusia dan alam masih sangat kental.
Jadi silahkan kunjungi, nikmati, dan belajarlah di pantai pandawa. Banyak warna alam, hingga kita kan merasakan, warna lain dari Bali. Nikmati pantainya, kesegaran air lautnya, kemilau warna rumput laut, dan interaksi sosial warganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar